Selasa, 23 Desember 2008

MELURUSKAN SEJARAH KOTA BENGKULU

MELURUSKAN SEJARAH KOTA BENGKULU
Agus Setiyanto
Jangan pernah bilang bahwa sejarah itu ilmu yang statis. Sebaliknya, sejarah bisa berubah seperti jargonnya minuman “coca-cola” (kapan saja, di mana, dan siapa saja). Kata kuncinya terletak pada dinamisasi status faktanya. Yang kemarin dianggap sebagai “ hard fact” (fakta keras – fakta yang tak terbantahkan), suatu saat bisa berubah jika ditemukannya historical-sources (bukti-bukti sejarah) yang lebih faktual sebagai fakta baru. Apalagi yang statusnya baru “cold fact” (fakta lunak – fakta yang masih bisa digoyang- dirubah).
Lalu, bagaimana dengan HUT Kota Bengkulu yang sudah ditetapkan pada setiap tanggal 17 Maret. Dalam perspektif kesejarahan, penetapan tanggal 17 Maret tersebut, ternyata tidak akurat – bahkan cenderung direkayasa. Konon kabarnya, karena pada saat itu, belum – tidak diketemukan sumber sejarah yang menyebutkan tanggal, lalu disepakati bersama untuk mengambil tanggal yang dianggap keramat, yaitu tanggal 17. Padahal ada bukti catatan arsip sejarah, yaitu dari “ Letters to Ft. St. George 14, Thomas Cook Negapatam, 28 June 1719, 67-68” (J. Kathirithamby – Wells, “The British West Sumatran Presidency (1760-85)”, Kuala Lumpur: Universiti Malaya, 1977: hlm.39-401977: 39-40) – yang juga disitir oleh Abdullah Siddik dalam bukunya “Sejarah Bengkulu 1500 –1900” Jakarta: Balai Pustaka, 1996, hlm.46-47.
Menurut sumber sejarah di atas, disebutkan bahwa, Jauh sebelum peristiwa penyerbuan rakyat Bengkulu ke Fort Marlborough pada tanggal 23 Maret 1719, ketegangan sosial telah terjadi antara para penguasa pribumi Bengkulu, khususnya rakyat Selebar. Ketegangan hubungan antara pihak Inggris dengan Pangeran Ingallo (Jenggalu?) – alias Pangeran Nata Diradja penguasa dari Selebar, berawal dari hubungan kontrak – perjanjian dagang. Pihak Inggris tidak senang bahkan merasa dirugikan karena Pangeran Selebar masih menjalin hubungan dagang dengan pihak Belanda. Disinyalir, rakyat Selebar serta anak keturunannya Pangeran Nata Diradja menaruh dendam atas kematian Pangeran Selebar yang diduga dibunuh oleh Inggris di Fort York pada tanggal 4 Nopember 1710.
Puncaknya ketegangannya, pada malam hari tanggal 23 Maret 1719, Fort Marlborough diserbu sekitar 80 orang yang sebagian besar diperkirakan dari suku Lembak dan Selebar – yang mengakibatkan orang-orang Inggris melarikan diri ke Batavia dan Madras. Tokoh yang diduga kuat sebagai pemimpin penyerbuan Fort Marlborough itu antara lain : Pangeran Mangkuradja dari Sungai Lemau, Pangeran Intan Ali dari Selebar, Pangeran Sungai Itam, dan juga Syed Ibrahim (Siddy Ibrahim ) yang disebutkan sebagai seorang ulama besar yang punya pengaruh pada.
Yang menjadi persoalan adalah : Benarkah kota Bengkulu itu baru lahir pada tahun 1719 ? Apakah sebelum tahun 1719 nama Bengkulu tidak pernah disebut-sebut atau dikenal orang ? Bagaimana dengan sebutan Bencoolen, dan Bangkahoeloenya ? Kalau pertanyaan itu terjawab secara akurat, maka hari jadi kota Bengkulu akan lebih tua lagi umurnya, dan lebih antik lagi. Paling tidak, sebelum tahun 1719, nama Bengkulu sudah disebut dan dikenal dalam sejarah. Misalnya, orang-orang Inggris yang datang ke Bengkulu sejak tahun 1685 sudah menyebutnya dengan nama Bencoolen (P. Wink: 1924). Bahkan jauh sebelumnya lagi, bukankah sudah ada hubungan antara Bengkulu dengan Banten ? Demikian juga masyarakat pribumi Bengkulu itu sendiri … SEKIAN !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar